Sabtu, 12 Januari 2013

FanFiction..



Scriptwriter: Tsukiyamarisa
Title: 12 Tales: A Life-Story Called Love
Cast(s): All EXO member and You
Duration: 12 Ficlets in one (a total of  5000+ words)
Rating: T
Genre: Romance, Fluff, Sad/Hurt

Summary: Dua belas kisah berbeda tentang bagaimana cinta terjadi di dalam hidup mereka. They say that love is always present in our life-story…

Notes: This is a long, very long fic since it contains 12 ficlets as one. Anyway, among this 12 ficlets, there are eleven ficlets which ending happily + 1 ficlet with sad ending. Buat fans yang kebetulan dapet bias yang tidak berakhir bahagia disini, author mohon maaf sebesar-besarnya *deep bows*

***


I – Sunny SNSD & Luna f(x): It’s Me (223 words) | Kim Min Seok/Xiumin

It’s me who only wants you – the person who will only protect you is me
It’s me who is only looking at you by your side

Ia berlari menghampiriku, melambaikan tangannya dengan raut wajah yang menunjukkan rasa senang. Tak sampai semenit kemudian, kedua lengannya sudah merengkuhku erat, membuat asupan oksigenku berkurang secara drastis.

“Hentikan itu, Oppa. Kau ini seperti anak kecil saja,” gurauku sembari mencubit pipinya yang terlihat menggemaskan itu. Min Seok Oppa mengerucutkan bibirnya, namun kedua lengannya pun mengendur seiring dengan kata-kataku. Ia menarik diri, menatapku lekat-lekat. Detik berikutnya, kami pun tertawa bersama tanpa penyebab yang pasti.

Selalu seperti ini.

Aku dan Min Seok Oppa, kami selalu melewati hari demi hari dalam hidup kami dengan secercah kebahagiaan dan senyuman. Sekecil apapun itu, sesederhana apapun bentuknya, bahagia menjadi salah satu unsur yang pasti ada dalam hubungan kami. Mutlak.

Karena aku tahu, bahwa satu-satunya orang yang bisa membuatnya tersenyum riang layaknya bocah kecil hanyalah diriku semata. Satu-satunya orang yang selalu menginginkannya, tidak akan pernah merasa puas dengan pertemuan demi pertemuan kami setiap harinya. Satu-satunya orang yang ingin selalu memenuhi ruang hatinya, berjalan mengiringi langkahnya dalam kehidupan ini.

Orang itu adalah aku.

Min Seok Oppa memandangku lagi, masih dengan sorot matanya yang jenaka. Meskipun begitu, aku masih bisa melihat suatu rasa yang terselip di baliknya. Sesuatu yang membuatku merasa bahwa ini semua adalah suatu keajaiban yang begitu indah dan memukau.

Karena aku tahu, ia pun memikirkan dan memiliki perasaan yang sama persis dengan apa yang aku rasakan.

Dan kurasa, itu cukup.

**

II – EXO-K: What is Love (194words) | Do Kyung Soo/D.O.

When you hold my hand, the whole world envies
When you kiss me, I finally realize this feeling will never change

I just want to let you laugh like an innocent child
I just want to give you friend-like comfort
My babe, baby babe, baby, baby… Please tell me what is love



 Cinta itu…

Ketika aku menatapnya dan seluruh dunia berhenti berputar, dimana fokus dari kedua manik mataku hanyalah dia semata.

Ketika tangan kami bertautan dan mendadak saja kepercayaan diriku pun meningkat, membuat orang-orang lain merasa iri akan kedekatan kami.

Ketika ia bernyanyi untukku, membuaiku dalam suara lembutnya, membawaku masuk dalam sebuah cerita fantasi dengan akhir bahagia.

Ketika aku merasa bahwa ia bisa berperan menjadi segalanya di dalam hidupku. Kakak, saudara, pelindung, sahabat, dan juga kekasih.

Ketika ia berubah menjadi morfin yang meredakan rasa sakit –membuat luka tak lagi berarti, menghilangkan kesedihan bagai disapu oleh kegembiraan.

Dan ketika kami berbagi kecupan dan pelukan, meyakini bahwa ini semua tak akan pernah berakhir. Kupu-kupu masih berterbangan dalam perut kami, degup jantung masih bertalu, kulit kami masih tergelitik dalam merespon setiap sentuhan, dan aliran darah masih melukiskan rona kemerahan pada wajah kami.

“Kyung Soo-ya…”

“Mmm?”

“Menurutmu, apa itu cinta?

Kyung Soo mengambil jeda sejenak, membelai-belai rambutku dan memainkan ujung-ujungnya disela-sela jari.

“Cinta itu… adalah semua hal yang telah terjadi di antara kita berdua selama ini.”

“Begitukah?” tanyaku perlahan. Ia menatapku dengan mata berbinar, kemudian mengangguk mantap.

Kalau begitu, cinta itu adalah segalanya.

Dan Do Kyung Soo adalah segalanya untukku.

**

III – FTIsland: I Confess (273 words) | Kris Wu

Now, I confess my heart to you
Only heaven knows my heart

At times, I hurt you with my mistakes, but you never once blamed me and you gave me strength, smiling, it’s okay, it’s okay
Whenever I made you upset by saying I’m busy, you could have blamed me, but you believed in me, saying don’t worry, don’t worry    

“Aku menyukaimu.”

Kris balas menatapku, bungkam tanpa kata tatkala ia mendengar pengakuanku. Aku menggigit bibir bawahku, merasakan gugup dan khawatir merambati diriku.

Ia pasti menolakku.

Mana mau ia bersanding dengan seorang gadis sepertiku? Aku ini hanya gadis yang ceroboh dan selalu mendatangkan masalah. Alih-alih membuatnya merasa senang dan bangga, aku lebih sering membuat pria di depanku itu terjebak dalam situasi-situasi aneh yang membuatnya malu. Ia terlalu sempurna.

Dan aku terlalu egois karena menginginkan sosoknya itu untukku seorang.

Kris adalah laki-laki yang baik, dewasa, dan penuh perhatian, meskipun ia selalu menyembunyikan semua itu di balik topeng wajahnya yang dingin. Ia adalah seseorang yang selalu memaafkan kesalahanku, menenangkanku dengan kata “tidak apa-apa” tiap kali sifat kekanak-kanakanku keluar dan tanpa sadar aku pun telah melukainya dengan tak bertanggungjawab.

Pernah di lain waktu, aku mengecewakannya dengan melakukan sebuah pelanggaran janji. Aku membiarkannya menunggu satu jam di bawah derasnya hujan, sementara aku sendiri menolak untuk hadir demi memenuhi janji temu kami. Dan apa yang ia katakan sewaktu itu?

“Jangan khawatir, aku baik-baik saja.”

Kalau begitu, harapan apa yang kupunya? Berharap bahwa Kris akan menerima perempuan yang merepotkan sepertiku?

“Aku juga.”

Kepalaku tersentak kaget mendengar kata yang tiba-tiba terlontar dari bibirnya itu. Juga apa?

“Apa?”

“Aku juga menyukaimu,” tambahnya lagi, memperjelas maksudnya. Aku mengerjap-ngerjapkan kedua mataku, tak percaya.

“Benarkah?”

“Lagipula, siapa lagi yang bisa menerima wanita ceroboh sepertimu? Dan sayangnya, aku malah jatuh hati pada wanita itu,” imbuhnya dengan nada usil. Aku tersenyum kecil, sama sekali tak merasa kesal dengan sindirannya itu.

Karena ia benar. Ia selalu benar.

Memangnya, siapa lagi orang yang sanggup membuatku memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaanku seperti ini?

Kurasa, jawaban untuk pertanyaan itu hanyalah satu. Dirinya –Kris Wu.

 **

IV – CNBlue: Still in Love (338 words) | Huang Zi Tao/Tao

My painful love, I’m hurting as if I cut my skin
I try to hold it in but soundlessly, it hurts
My aching love, it’s bitter as if I swallowed poison
I try to smile but I’m faintly aching

“Kita akhiri saja semua ini.”

“Kenapa?”

“Kita tidak ditakdirkan untuk hidup bersama.”

Kalimat-kalimat itu tak pernah benar-benar meninggalkan benakku. Waktu berputar sedemikian cepatnya, minggu demi minggu telah berlalu. Namun aku tetaplah berada disini, bertahan pada kondisi yang sama, membeku tanpa bergerak maju barang sedikitpun.

Tidak pernah ada cukup waktu untukku agar bisa melupakannya. Huang Zi Tao. Laki-laki bodoh yang dengan seenaknya memutuskan hubungan tanpa alasan pasti. Pergi begitu saja, seolah-olah mendepakku jauh-jauh dari hidupnya adalah sesuatu yang ingin ia lakukan sejak dulu.

Aku menjerit frustasi, menatap ke sekeliling kamarku yang tampak tak karuan. Kertas-kertas berserakan dan pecahan kaca tersebar di sudut sana –hasil dari emosiku beberapa saat lalu yang berujung pada aksi membanting pigura kecil berisikan fotoko dan Tao. Sepraiku tampak kusut, begitu pula halnya dengan lemari bajuku yang terbuka lebar dan membiarkan isinya berhamburan keluar.

Sial kau, Tao! Semudah itu kau pergi dan mengacaukan hidupku?

Seharusnya, kau bawa pergi juga kepingan-kepingan kenangan manis itu dari hidupku saat kau pergi dulu. Bukan seperti ini! Meninggalkanku terkubur dalam reruntuhan bangunan cinta kita, membiarkanku mencari jalan keluar sendiri.

Bodoh! Bodoh! Bodoh!

Tahukah kau betapa sakitnya hatiku? Sama perihnya seperti menorehkan luka dengan pisau di atas kulit. Sama pahitnya layaknya racun yang tak memiliki penawar.

Dan apa pertanggungjawabanmu atas hal itu? Tak ada.

Aku menggulingkan tubuhku di atas kasur, menatap nanar ke arah hamparan kain putih kosong di sampingku. Dulu, ada Tao disana. Ada laki-laki yang akan memelukku erat dan berbagi canda tawa denganku. Ada seseorang yang menjadi tempat bersandar ketika aku membutuhkannya.

Kupejamkan mataku rapat-rapat, berusaha memproyeksikan imaji yang kumiliki atas keberadaannya. Membiarkan raga itu kembali berada di sana, merengkuhku dalam lengan besarnya yang hangat. Aku mulai bisa membayangkannya, merasakannya, ketika aku pun sadar ada sesuatu yang salah sedang terjadi disini.

Pelukan itu dingin, tak lagi hangat. Tawa itu palsu. Dan suara beratnya melontarkan kata yang sama sekali tak ingin kudengar.

“Selamat tinggal.”

Kubuka mataku, dan untuk kali ini akhirnya aku pun tersadar. Fakta itu merasuk dalam pikiranku, memaksaku berpaling kembali pada akal sehat.

Huang Zi Tao tidak akan kembali lagi.

 **

V –  Lyn: Back in Time (417 words)  | Park Chan Yeol

It scatters – the times you were with me, the memories you were with me

Can I travel back time and hug you just like before?
Just for once, even if it’s last
I’ll be better

Apa menyimpan memori itu tak ada gunanya? Apa kenangan bersamamu itu memang pantas untuk dilupakan?

Pertanyaan itu berputar dalam benakku, menuntut akan hadirnya sebuah jawaban. Jawaban yang –bahkan –aku sendiri pun tidak mengetahuinya.

Sedikit banyak, aku sedikit menyesali keputusan kami dulu. Kami berpisah baik-baik; tidak ada air mata, kata-kata emosi, tamparan, dan juga janji untuk kembali. Kami hanyalah dua orang yang saling memahami kepentingan masing-masing, menerima bahwa perpisahan ini perlu.

Atau setidaknya, itulah yang dulu kupikirkan.

Park Chan Yeol sudah melanjutkan hidupnya. Melanjutkan studi di luar negeri dan kembali sebagai seorang model yang langsung dilirik oleh berbagai brand ternama di Korea. Ia sudah mencapai tujuannya, hal yang menjadi alasan mengapa kata “putus” bisa terdengar masuk akal pada kala itu.

Dan aku, bisa dibilang aku pun melanjutkan hidupku sendiri. Atau kupikir, begitulah tampaknya dari luar. Aku belajar mati-matian, lulus dengan predikat mahasiswa terbaik di fakultasku, dan aku pun sudah menjadi seorang penulis novel yang dikenal banyak orang.

Tetapi, meskipun hidupku terus berlanjut, tidak begitu adanya dengan hatiku. Alam bawah sadarku tahu itu. Diam-diam, aku masih mencari-cari kenangan lama kami yang tersebar entah di mana. Berusaha meraupnya dan menyetorkannya kembali ke dalam ingatanku, meskipun aku tahu bahwa hal itu hanya akan melukai diriku sendiri.

Jadi sekali lagi aku pun bertanya, pantaskah aku mengingat-ingat semua yang telah lalu? Bertingkah seakan aku dan Chan Yeol masih memiliki harapan untuk hubungan kami? Bolehkah aku berharap untuk kembali ke masa lalu? Ke saat-saat dimana kami masih muda dan naif, dua anak remaja yang belum begitu peduli akan masa depan mereka. Saat dimana aku bisa menggapainya, mendekap tubuhnya erat tanpa perlu bersusah payah.

Bisakah aku?

“Maaf, kau…”

Aku menoleh, mataku bertemu pandang dengan mata seorang lelaki jangkung dalam balutan kemeja biru muda. Sebuah perasaan yang tak asing menyergap, membuatku merasa berada di dalam déjà vu.

“Jadi benar itu kau? Masih ingat denganku?”

“Yeol-a? Park Chan Yeol?” tanyaku lirih sembari membekap mulutku. Tak percaya. Secepat itukah jawaban atas pertanyaanku muncul?

“Lama tidak berjumpa,” balasnya ceria, menampilkan cengiran usil yang tak lama kulihat. Aku menelengkan kepala, masih berusaha memastikan bahwa ini semua bukan halusinasi. Belum sempat aku kembali ke akal sehatku, kedua lengannya telah menarikku ke dalam hangatnya sebuah pelukan.

“Ini aku… Chan Yeol-mu yang dulu…”

Dan air mataku pun meleleh begitu saja.

“Maafkan aku, tapi ternyata aku pun tak sanggup berpisah terlalu lama darimu…”

Aku terisak lagi, membenamkan wajahku semakin dalam pada kemejanya. Kini aku telah menemukan jawaban yang tepat.

Kenangan itu pantas untuk dipertahankan.

Karena kisah kami yang dulu pernah terajut itu masih akan berlanjut.

 **

VI – SS501: Forever (315 words) | Kim Joon Myeon/Suho

I wanna be with you my love
I promise you under the sky
I will protect you
For eternity
I love you

“Hiduplah bersamaku…”

Aku memandang Joon Myeon yang berlutut di hadapanku sembari meremas-remas ujung gaun baju terusanku. Beberapa orang yang kebetulan melintasi kami berhenti sejenak dan melempar pandangan ingin tahu. Saat ini, aku dan Joon Myeon tengah menjadi tontonan yang menarik bagi mereka. Jarang-jarang kan kau melihat seorang lelaki melamar gadisnya di pinggir sungai Han seperti ini?

Dan gadis itu adalah aku.

Joon Myeon tampaknya tak begitu terpengaruh oleh kebisingan di sekitar kami. Matanya terfokus kepadaku, pancarannya penuh dengan sorot keyakinan dan keseriusan. Aku menelan ludahku, gugup. Jawaban apa yang harus kuberikan?

Tentu saja kau harus menerimanya!

Tetapi, kami kan baru berpacaran selama empat bulan!

Kedua sisi yang berlawanan arah di dalam diriku itu terus berdebat, sementara aku hanya bisa menekan-nekan pelipisku dengan panik. Apa yang harus aku katakan?

“Kenapa aku, Joon Myeon-a? Dari sekian banyak gadis…” suaraku semakin mengecil dan akhirnya hilang ditelan rasa takut. Perasaan cemas itu berlipat ganda, sementara aku menanti bibirnya terbuka untuk memberi jawaban.

“Karena aku merasa kaulah orang yang tepat untukku. Karena bersamamu, aku tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan karena kau adalah kau, orang yang selalu ingin kujaga sepenuh hati dengan seluruh hidupku.”

Aku terdiam, merasakan bulir-bulir air mata mulai terbentuk dan mengalir pelan membasahi kedua pipiku. Joon Myeon adalah lelaki yang baik dan bertanggungjawab, itu aku sudah tahu. Joon Myeon adalah orang yang manis dan selalu menyayangiku, itu juga aku tahu.

Namun baru sekarang aku tahu, baru sekaranglah aku benar-benar menyadari seberapa tulusnya cinta pria itu kepadaku. Ketulusan Joon Myeon sama berharganya dengan nyawanya sendiri.

Jadi, apa aku masih bisa menolak?

“Aku mau,” bisikku akhirnya. Orang-orang di sekitar kami bertepuk riuh, menyoraki kami dengan ucapan selamat. Joon Myeon pun bangkit berdiri, menggenggam kedua telapak tanganku erat-erat. Ia melemparkan senyum manisnya, senyum yang selalu berhasil memenangkan hatiku.

“Terima kasih banyak. Aku berjanji, aku akan selalu ada untukmu. Sepanjang hidupku. Sampai maut memisahkan kita.”

Dan itu berarti selamanya untukku.

 **

 VII – A-Pink: I Don’t Know (415 words) | Oh Sehun

Don’t do this

Baby you don’t know, you still don’t know my heart

Don’t stop, there’s no more time

You don’t know

Oh Sehun adalah lelaki paling bodoh sedunia.

Tetapi aku menyukainya.

“Sehun-a, mau makan siang bersama?”

Ia mendongakkan kepalanya, melemparkan senyum lebar ke arahku. Dengan sigap, ia pun telah berpindah dari ambang pintu kelasnya ke sisiku, menarik-narik lenganku menuju kantin sekolah. Aku berteriak memprotes, namun ia telah terlebih dahulu menulikan telinganya terhadap kata-kataku. Tanpa mempedulikan rentetan kata-kata yang keluar dari bibirku, ia mengangkat tangannya dan mulai mengacak-acak rambutku.

“Ya! Oh Sehun!”

Ia menjulurkan lidah layaknya anak kecil, kemudian berlari mendahuluiku. Meninggalkanku yang masih menggerutu –separuh kesal dan separuh senang. Kesal, karena sifat kekanak-kanakannya itu tak pernah berubah seiring dengan bertambahnya usia. Senang, karena sejujurnya aku menyukai pemuda itu. Bisa berdekatan dengannya dan memiliki embel-embel sebagai teman akrab tentunya cukup untuk membuatku bahagia.

Hanya cukup.

Karena aku menginginkan lebih. Ingin mengungkapkan perasaanku padanya dan mendengar jawaban “iya”. Ingin berjalan berdampingan dengannya sebagai kekasih, bukan hanya teman semata. Ingin mendengarnya memanggilku dengan panggilan sayang, bukan mengejekku tiap kali kami berjumpa.

Aku ingin semua itu.

Tetapi, Sehun itu bodoh. Idiot. Mengesalkan.

Pernah ada seorang perempuan –adik kelas kami di sekolah –yang terang-terangan berkata bahwa ia menyukai Sehun, mencintainya. Dan apa tanggapan Sehun waktu itu? Ia malah memasang wajah polos dan menanyakan satu hal yang sama sekali tak kusangka-sangka.

“Kalau aku menjawab ‘iya’ berarti gadis itu akan menjadi kekasihku, ya? Lalu selanjutnya bagaimana?”

Dan aku pun hanya bisa melongo lebar, tak tahu harus memberikan balasan apa.

Kulangkahkan kakiku memasuki kantin, menghampiri Sehun yang sudah terlebih dahulu menyantap nasinya. Aku terduduk malas, mengedarkan pandangku ke seisi kantin yang mulai disesaki murid-murid lain.

Iri.

Di sudut sana, aku bisa melihat Baek Hyun yang sedang bercanda dengan seorang gadis. Meja sebelah kami malah lebih parah. Jong In dan Chan Yeol tampaknya berniat untuk melangsungkan double date di kantin saat ini juga.

Dan aku? Terjebak di meja ini bersama seorang Oh Sehun yang terkenal cuek dan tak tahu apa-apa soal berpacaran.

“Kau kenapa? Jangan bilang kau suka dengan Baek Hyun sunbae, sedari tadi kau terus mengamatinya,” komentar Sehun dengan polosnya. Aku mendelik ganas, nyaris melemparkan sumpit yang kubawa ke puncak kepalanya.

Tiba-tiba, aku jadi penasaran.  Bagaimana kalau aku mencoba menyatakan perasaanku kepadanya?

“Sehun-a…”

“Mmm…”

“Aku mencintaimu. Bagaimana kalau kita berpacaran?”

Sehun serta-merta menjatuhkan sumpitnya, mengabaikan makan siangnya begitu saja. Ia menatapku dengan pandangan aneh, membuatku mulai berpikir yang tidak-tidak. Hei, Oh Sehun, aku tidak sedang bercanda!

“Err… aku juga menyukaimu, menyayangimu…  maksudku, kau kan satu-satunya gadis yang dekat denganku, jadi…”

Jawab saja Sehun! Jawab layaknya seorang lelaki!

“Bolehkah aku berkata ‘iya’ untuk pertanyaanmu itu?”

**

VIII – K.Will: I Need You (329 words) | Luhan

I need you, I need you
Even if a year passes, if ten years pass, I am the same
I’m a person who didn’t forget even for a single day
It needs to be you, you are my love
I can’t go on without you, I need you

“Selamat pagi, manis.”

Aku terkikik kecil, kemudian membalas ucapan selamat pagi yang dilontarkan oleh Luhan tadi. Dengan langkah ringan, aku menghampirinya dan meraih helm berwarna putih yang diulurkan olehnya. Dalam waktu singkat, aku sudah duduk di belakangnya dan melingkarkan kedua lenganku ke pinggangnya erat-erat. Siap untuk menjalani hari ini bersamanya.

.

.

“Makan siangmu…”

“Mmm… terima kasih,” ucapku pelan sembari meneruskan pekerjaanku. Mataku tak kunjung lepas dari lembaran-lembaran esai di hadapanku, tugas kuliahku hari ini. Masih mengabaikan kehadiran Luhan dan senampan penuh makanan yang ada, aku mencoret salah satu kalimat dalam esaiku dan menggeleng-gelengkan kepala tanda tak mengerti.

“Kau mengabaikanku,” kudengar Luhan mendengus kesal sembari bangkit berdiri. Ia berjalan memutari meja dan tiba-tiba saja memelukku dari belakang. Menyandarkan kepalanya dengan manja di atas bahuku, membuat konsentrasiku pecah seketika itu juga.

“Lu…”

“Tidak mau. Siapa suruh kau mengabaikanku,” rajuknya sembari menarik ujung hidungku. Aku mengaduh pelan, menyingkirkan tangannya yang sudah siap mencubit pipiku.

“Ingat umur, Lu…”

Ia berdecak pelan, kemudian kembali duduk di atas kursinya sendiri. Bibirnya mengerucut tanda ia sedang sebal. Berniat usil, aku pun menyumpit potongan telur yang ada di atas piringku, menyodorkannya dengan paksa ke depan mulutnya. Ia memelototiku, namun akhirnya membiarkanku menyuapinya juga. Aku tertawa geli melihatnya.

“Dasar bocah.”

.

.

“Selamat tidur.”

Aku mengangkat alis, merasa janggal dengan sapaan selamat malamnya itu. Tidak biasanya ia hanya mengucapkan dua kata itu tanpa diiringi kalimat-kalimat rayuan lainnya.

“Hanya itu?”

Luhan mengangguk lagi, namun perlahan ia maju selangkah mendekatiku. Mempertemukan dahi kami, kemudian mengecup bibirku sekilas.

“Sampai besok.”

Aku mengiyakannya, menatap punggungnya yang mulai menjauh seiring dengan laju motornya. Kuhela napasku panjang, benakku berkeliaran memikirkan rutinitas yang baru saja kami jalani. Berangkat bersama, makan siang, kuliah, jalan-jalan, dan ucapan selamat malam. Selalu sama setiap harinya.

Tapi aku tidak akan pernah bosan. Tidak sedikitpun.

Setiap hari yang telah terlewati tidak akan pernah kami lupakan, setiap detailnya akan kusimpan rapat-rapat di dalam memori milik kami berdua. Jam boleh berdetik dan bumi boleh tetap berputar, tetapi hari-hari yang kami lalui akan tetaplah sama –bahagia karena hal-hal kecil yang sederhana.

Karena aku tahu, aku tidak akan bisa melewati hariku tanpanya.

Karena ia tahu, ia tidak akan bisa berjalan maju tanpaku.

Dan karena kami tahu… kami saling membutuhkan.

**

IX – Onew SHINee: In Your Eyes (420 words) | Kim Jong In/Kai

I hope the place where love lingers, can be somewhere we can be together
It feels like a dream that I’ll never wake up from, it really seems like a dream

I remember the day we first met
You came to me on a dazzling and bright day
Thank you so much for coming to me



Aku mengerjap-ngerjapkan kedua kelopak mataku, berusaha menghalau bias-bias sinar mentari yang tiba-tiba saja menyerbu masuk ke dalam kamarku. Samar-samar, bisa kudengar suara seseorang yang tak lagi asing menarikku kembali ke alam sadar.

“Hei pemalas, ini sudah siang.”

Mataku terbuka sepenuhnya, kali ini menyipit saat memandang punggung lelaki yang sudah kukenal dekat itu berada di depanku. Tepatnya, di dalam kamarku.

“Apa yang kau lakukan pagi-pagi begini, Jong In-a?” gumamku dengan suara serak. Kududukkan diriku di atas kasur, masih tak mampu untuk melepaskan pandangan dari sosoknya. Ia berbalik dan ikut mendudukkan diri di atas tempat tidurku, bibirnya melemparkan senyum menggoda ke arahku.

“Tidak apa. Hanya rindu untuk segera bersama denganmu.”

“Kau merayuku?”

Jong In terkekeh pelan, jemarinya mulai merambati puncak kepalaku dan turun hingga ke ujung-ujung helai rambutku. Membelai-belainya dengan lembut dan mengalirkan gelombang hangat ke sekujur tubuhku.

“Mimpimu indah? Kau terlihat malas untuk bangun hari ini,” komentarnya lagi sembari menyelipkan seberkas rambut ke belakang telingaku. Sasarannya pun berganti, ujung-ujung jari tangannya kini mulai menggelitik kulit pipiku.

“Terlalu indah. Dan nyata.”

“Ceritakan.”

“Aku memimpikan hari pertama kita bertemu dulu, saat kau baru saja pindah ke sebelah rumahku. Laki-laki berkulit kecokelatan yang berhasil membuatku terkagum-kagum dalam jangka waktu dua puluh empat jam saja. Ingat?”

Jong In mengangguk, bibirnya terangkat membentuk senyuman. Tentu saja, mana mungkin kami melupakan hal itu? Kali pertama aku melihat kekasihku ini adalah dari ambang jendela kamarku yang kebetulan berhadapan dengan kamar tidurnya. Saat itu ia sedang berlatih dance dan membiarkan jendela kamarnya sendiri terbuka lebar. Memberiku akses penuh untuk mengaguminya.

Kala itu, ada saat dimana dua pasang manik mata kami bertemu dalam satu garis lurus. Entah karena ikatan takdir atau murni sebuah ketidaksengajaan, pada hari itu jugalah kami tahu bahwa suatu saat nanti kami pasti akan berakhir bersama-sama. Dan rupanya, firasatku dan Jong In pada waktu itu memang benar-benar berujung pada sebuah kenyataan.

“Kau tahu… aku tidak akan pernah bisa melukiskan betapa besarnya rasa terima kasihku kepadamu. Karena telah masuk ke dalam hidupku. Karena telah membuat hari-hariku dipenuhi senyuman. Kupikir, aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikanmu itu,” aku mengakui sembari menatap lekuk wajahnya dengan saksama. Senang karena mengetahui bahwa pemilik dari wajah itu adalah milikku.

Jong In mengerutkan kening, tampak tidak sepenuhnya setuju dengan ucapanku. Sebelum aku sempat bertanya lebih jauh, ia sudah terlebih dahulu memotong jarak di antara kami dan menanamkan sebuah ciuman lembut di atas bibirku. Membiarkannya beradu selama beberapa detik sebelum akhirnya ia melepaskan diri.

“Kurasa, yang tadi itu cukup untuk membalas kebaikanku selama ini.”

Dan lagi-lagi, semburat merah pun kembali muncul di kulit wajahku.

**

X – FT.Island: I Wish (535 words) | Zhang Yi Xing/Lay

Baby, I wish it was you, I wish it was so
Love me love me, oh look at me
I wish my other half was you



Harapan.

Hanya itulah satu-satunya hal yang kumiliki saat ini.

Aku bukanlah orang yang kaya raya pun terkenal. Bukan pula seseorang yang memiliki wajah cantik bak dewi atau kerlingan mata yang bisa merebut hati setiap lelaki. Aku hanya perempuan biasa yang menjalani hari-hariku dengan normal. Bangun pagi, kuliah, mengerjakan tugas, bekerja di toko roti hingga larut, kemudian tidur. Hal-hal yang terus berputar dalam hidupku bagaikan siklus yang sudah pasti. Tetap. Teratur.

Sampai satu orang itu datang dan memporak-porandakan hidupku.

Namanya Zhang Yi Xing. Ia tidak memiliki sesuatu yang amatlah spesial hingga bisa menarik perhatian setiap orang kepadanya. Ia tidak juga memiliki keramahan yang bisa membuatnya disenangi segala kalangan. Malah sebaliknya, ia begitu jarang berbicara dan selalu tampak seolah-olah tak terlihat.

Tetapi aku melihatnya.

Meskipun ia layaknya tersembunyi di balik kabut asap misterius, tetapi aku melihatnya. Aku memperhatikannya, mengamati setiap kegiatannya dan bagaimana cara ia menjalani hidupnya. Aku suka memandanginya, terlebih ketika sesekali aku menangkap basah dirinya yang sedang tersenyum. Jarang, memang. Namun, ia memiliki senyum yang menawan dengan lesung pipi yang tercetak kala kedua sudut bibirnya itu terangkat. Segaris senyuman yang telah mampu merebut hatiku.

“Hei, aku akan sekelompok denganmu dalam tugas penelitian kali ini.”

Aku mengerjap begitu saja, kaget tak terkira saat mendapati Yi Xing sudah duduk di hadapanku. Ia yang tadi duduk empat kursi jauhnya dariku, kini sudah berada di dalam jangkauan tanganku. Mataku pun teralih untuk menatap sosoknya yang sedang sibuk membolak-balik buku agenda.

“Eumm, penelitian yang mana?” tanyaku seperti orang bodoh. Otakku masih belum mau bekerja dengan semestinya –salahkan kehadiran pria ini yang begitu dekat denganku. Yi Xing mengangkat alisnya, mungkin ia benar-benar menganggapku bodoh dan konyol.

“Yang tadi dijelaskan oleh dosen itu. Kau tak mendengarkan?”

“Err… maaf,” gumamku lagi ketika melihat raut wajahnya. Ia sudah terdiam dan menyibukkan diri di balik bukunya. Pasti sekarang ia menyesal karena harus bekerja sama dengan orang yang tidak pernah memperhatikan pelajaran sepertiku ini.

“Ya sudah, tidak apa kalau begitu. Bagaimana kalau kita mulai sekarang?”

“Huh?”

“Penelitiannya, maksudku,” Yi Xing menambahkan dengan nada seolah memberi penjelasan kepada anak kecil. Aku tertunduk malu, tak sanggup membalas sorot matanya itu. Jadi, ia tidak merasa sebal atau marah padaku? Baik juga dia mau bekerja denganku yang malas-malasan ini.

“Oke. Sekarang?”

Yi Xing mengangguk, serta-merta ia pun meraih pergelangan tanganku dan menarikku menuju tempat parkir kendaraan yang terletak di halaman universitas. Mataku sontak melotot, nyaris saja meloncat keluar dari rongganya. Ia menyentuhku dengan mudahnya tanpa mengetahui bagaimana reaksi tindakannya itu terhadap tubuhku.

Jantungku berdegup cepat, menuntut untuk segera mengalirkan darah lebih banyak ke wajahku. Mukaku memanas, demikian pula dengan pergelangan tanganku yang dilingkari oleh genggaman hangatnya.

Kalau sudah begini, bolehkah aku sedikit berharap?

Berharap bahwa ia akan melihatku seorang seperti aku yang selalu melihatnya. Berharap bahwa takdir akan mempertemukan kami berdua sebagai sepasang hati yang saling melengkapi. Dan berharap bahwa semua mimpiku akan segera menjadi nyata.

Bolehkah?

“Aku mau makan siang dulu, kau mau ikut denganku?”

Aku menoleh, menatap Yi Xing yang sudah duduk di atas motornya. Kuanggukkan kepalaku dengan hati mantap. Mendadak saja aku meyakini bahwa harapan itu ada. Aku boleh berharap untuk memilikinya suatu hari nanti.

Tetapi  untuk hari ini, kupikir aku sudah merasa puas dengan apa yang kuperoleh.

Awal dari hubungan kami akan dimulai disini, iya kan?

 **

XI – Kim Jong Kook: One Man (501 words) | Kim Jong Dae/Chen

There’s a man. Who loves you so much
There’s a man. Who can’t even say I love you
By your side I put my hand out  at a path were you can always reach me
I, who cherishes you more than myself, am with you

Lagi-lagi, aku datang ke café  ini hanya demi mendengar suaranya. Seorang waiter di tempat ini sekaligus seorang penyanyi yang terkadang mengisi suasana di café dengan alunan suara merdunya. Kim Jong Dae.

Lelaki itu sudah berdiri di atas panggung kecil kebanggaannya, meraih microphone dan berbincang sejenak dengan para pengunjung yang memenuhi tempat kerjanya ini. Ia melemparkan senyum bersahabat, kemudian dalam satu tarikan napas panjang berikutnya, sebuah lagu pun mulai dilantunkannya.

Secara otomatis, aku pun memejamkan mata dan meresapi lagu yang dibawakannya. Mendengar bagaimana suara indahnya mampu menyentuh sudut-sudut hatiku, menggetarkannya dengan sebuah rasa yang membuatku ingin menangis.

There’s a man. Who can’t even say I love you….

Aku mulai bertanya-tanya, untuk siapa ia menyanyikan lagu ini?

Siapapun dia, aku yakin lelaki bernama Kim Jong Dae itu pastilah sangat mencintainya. Lagu yang ia bawakan kali ini bercerita mengenai seorang pria yang diam-diam menyukai seorang wanita, namun tak kunjung memiliki waktu dan keberanian untuk mengungkapkannya. Pria yang hanya bisa menjaga wanita yang disayanginya dari kejauhan, berpura-pura bahwa hal sesederhana itu saja sudah cukup untuk menutupi kegusaran hatinya.

Begitu indah, namun juga menyakitkan pada saat yang sama. Aku bisa merasakan tanganku terangkat dengan sendirinya untuk mengusap butiran air mata yang mulai menggantung di sudut kelopak mataku.

“Terima kasih banyak. Saya juga ingin memberitahu bahwa hari ini adalah hari yang istimewa bagi saya,” ia berkata lantang sambil mengedarkan pandang ke seluruh ruangan. Matanya sempat bertemu pandang denganku beberapa kali sebelum akhirnya ia pun kembali menundukkan kepala.

Aku menopangkan kepalaku di atas kedua telapak tanganku, menanti kata-kata Jong Dae selanjutnya.

“Untuk hari ini, aku akan mempersembahkan lagu yang baru saja kunyanyikan tadi untuk seorang gadis yang telah berhasil menarik hatiku,” ia kembali berucap. Seluruh penjuru café mulai dipenuhi oleh dengungan riuh rendah, sementara kedua mataku pun terbuka lebar-lebar karena rasa penasaran.

Jadi Jong Dae benar-benar menyukai seseorang seperti kisah lelaki di lagu itu? Seperti apa ya, orangnya?

“Gadis itu selalu duduk di pojok belakang kanan café dan ia selalu memesan segala minuman yang mengandung cokelat. Saat ini pun, ia sedang berada di dalam café dan mendengarkan perkataanku.”

Aku dan pengunjung-pengunjung lainnya pun sontak memutar kepala untuk melihat siapa sosok yang dimaksud oleh Jong Dae. Kugelengkan kepalaku ke arah kanan dan kiri dengan bingung, mencari-cari siapa gadis beruntung itu. Tidak ada.

“Wah, ia beruntung sekali!” salah seorang murid sekolah menengah yang berdiri tak jauh dariku berceletuk keras, telunjuknya terarah kepadaku. Aku menunjuk diriku sendiri dengan bingung, tidak begitu yakin dengan apa maksud perkataannya.

Aku?

Aku menunduk dan kali ini kedua bola mataku menangkap gambaran secangkir cokelat hangat yang tersaji di atas mejaku. Tunggu sebentar.

Pojok belakang kanan café. Minuman cokelat. Itu adalah diriku sendiri.

Kim Jong Dae tertarik… padaku?

“Bolehkah aku mengenalmu lebih dekat, Nona?”

Aku mengangkat kepalaku, mendapati Jong Dae sudah berdiri di sana dengan senyum lebar. Ragu-ragu, aku pun menganggukkan kepala, menyetujui ajakannya itu. Memulainya dengan saling mengenal satu sama lain sepertinya bukanlah sebuah awal yang buruk. Siapa yang tahu, kalau suatu saat nanti kami mungkin saja benar-benar berjodoh?

Selamat datang ke dalam hidupku, Kim Jong Dae.

 **

XII – EXO-K: Into Your World (408 words) | Byun Baek Hyun

I, who has fallen in love with no other place to go back, my wings have been taken away

Even though I lost my everlasting life, the reason to my happiness
You are my eternity

Eternally Love



“Baek Hyun, kau yakin?”

“Tentu saja, apa kau meragukan perasaanku?”

Aku menggeleng cepat, menahan ledakan perasaan khawatir yang nyaris membuncah memenuhi diriku. Saat ini aku begitu kalut, takut jika saja semua keputusan Baek Hyun ini tidak akan berjalan lancar.

Orang-orang di sekitar kami tidak pernah benar-benar mengerti dan mencoba untuk menerima hubunganku dengan Baek Hyun. Lelaki di sampingku ini adalah seorang anak dari pengusaha kaya. Hidupnya serba berkecukupan, ditunjang dengan wajahnya yang tampan dan berbagai macam bakat serta kepintaran yang ia miliki. Ia selalu tampak sempurna, meskipun pada kenyataannya tidak begitu.

Semua ini karena aku.

Aku, seorang gadis biasa yang hidup serba pas-pasan, jatuh cinta dengan laki-laki dari kelas atas bernama Byun Baek Hyun. Bisa ditebak bukan apa reaksi orang-orang di sekitarku? Semuanya amatlah klise, bahkan nyaris terasa seperti drama televisi.

Mereka menolakku, tentu.

Ditambah fakta bahwa orangtua Baek Hyun sudah memilih calon pendamping hidup untuk lelaki itu, membuat benang-benang di dalam hidupku menjadi bertambah rumit, tak lagi bisa teruraikan.

Lalu, apa yang kami lakukan?

Mulanya, aku berniat untuk memutuskan hubungan dengan Baek Hyun. Melepaskan lelaki itu, membiarkannya menjadi anak yang berbakti, dan aku pun akan berusaha keras untuk melanjutkan hidupku sendiri. Bukan masalah besar.

Reaksi dari Baek Hyun-lah yang menjadi masalah bagiku.

“Kau gila? Lebih baik aku pergi dari rumah dan menjadi orang miskin daripada berpisah denganmu!”

Dan, ya, layaknya seorang Byun Baek Hyun yang terlampau percaya dengan dirinya sendiri, ia pun pergi meninggalkan rumah. Orangtuanya amatlah marah dan mengancam untuk mencabut semua hak harta warisan milik Baek Hyun. Namun, lelaki itu tidak peduli. Baek Hyun tidak pernah memikirkan kekayaannya maupun kekuasaan yang dimiliki oleh keluarganya. Ia hanya ingin hidup bebas dan bahagia.

“Orangtuaku akan mengerti. Suatu hari nanti mereka akan tahu bahwa harta bukanlah segalanya. Bahwa uang tak akan bisa melunturkan cintaku padamu,” Baek Hyun berkata lembut sembari mengacak rambutku dan mengecup dahiku pelan.

“Baek…”

“Ya?”

“Kau yakin kau bisa menjalaninya? Hidup di duniaku yang tak senyaman milikmu dulu?”

Baek Hyun mengerutkan alis, bibirnya mengerucut kesal karena merasa diremehkan. Ia menepuk-nepuk dadanya dengan kuat, berusaha menunjukkan jika ia akan selalu baik-baik saja.

“Tentu saja! Aku sudah menyerahkan semua yang kumiliki agar bisa bersatu denganmu, di dunia baru milik kita sendiri. Selamanya. Kau juga sudah berjanji, bukan?” ia bertanya dengan nada sedikit menyelidik, kelingkingnya teracung ke depan wajahku.

“Ya, aku berjanji,” bisikku pelan sembari mengaitkan jemari kami, mengikat janji kami untuk hidup bersama-sama. Baek Hyun merengkuh tubuhku, membiarkan hangat berenang-renang di dalam samudera kecil kebahagiaan kami.

Selamanya.



***
~END~

Perkenalan Diri Dalam Bahasa Korea



Perkenalan diri dalam bahasa korea

Perkenalan diri (자기 소개)
안녕하세요?
An-nyeong-ha-se-yo
Hallo, apa kabar?
저는 ………입니다.
Jeo-neun …………….imnida.
Saya adalah………………
만나서 반갑습니다.
Man-na-seo ban-gap-sseum-ni-da.
Senang bertemu dengan Anda/Kalian.
제 나이는 …..살입니다. / 저는 ………살입니다.
Je na-i-neun ………..sa-rim-ni-da. / Jeo-neun ………………sa-rim-ni-da.
Umur saya …………..tahun. / Saya ………………tahun
저는 …………에 삽니다.
Jeo-neun …………..-e sam-ni-da.
Saya tinggal di…………..
저는 인도네시아 사람입나다.
Jeo-neun in-do-ne-si-a sa-ram-im-ni-da.
Saya orang Indonesia.
지금 한극어를 공부하고 있습니다.
Ji-geum han-gu-go-reul gong-bu-ha-go is-seum-ni-da.
Sekarang saya sedang belajar bahasa Korea.

Pertanyaan terhadap orang lain
누구세요?
Nu-guse-yo?
Siapa ya?
어느 나라 사람입니까?
Eo-neu na-ra sa-ram-im-ni-ka?
Dari negara mana?
나이는 어떻게 되세요?
Na-i-neun eo-teo-kh’e dwe-se-yo?
Berapa umurnya?
어디에서 삽니까?
Eo-di-e-so sam-ni-ka?
Tinggal di mana?
전화 번호는 어떻게 되세요?
Jeon-hwa beon-ho-neun eo-to-kh’e dwe-se-yo?
Berapa nomor telepon Anda?

Ottokhae? gampang kan.. ^^

Jumat, 11 Januari 2013


Annyeong chingudeul.. ini FF nya bkn bikinan aku.. tpi ini copas punya FP ^_^ 


Title : ^Lucky Fans Tanpopo, Elfishy!!^
Author: Amy Azzahra
Length: OneShoot
Genre: Romance
Rated: PG-17
Cast(s):
  1. 1.      Lee Dong Hae a.k.a Lee Dong Hae
  2. 2.      Readers a.k.a Lim Eun Soo





-          Takdir itu tak ada yang bisa memastikan,
Ketika takdirmu mengatakan untuk bersama seseorang yang bahkan orang itu memiliki banyak fans. Jangan terkejut, karena mungkin dia lah sumber kebahagiaanmu dalam menjalani hidup. -




======= Happy Reading =======




Bunga-bunga cantik saling berlomba untuk menampakkan kelopak mahkota yang paling indah guna menghiasi dunia. Corakan warna merah muda berbalut perak putih pun turut mengundang beratus-ratus pasang mata yang kini tengah menikmati keindahan mereka. Tahun ini adalah pertengahan musim semi di Jepang, selain warga Jepang yang merayakan penuh ceria keindahan bunga sakura dengan tikar dan makanan piknik mereka, ada seorang yeoja cantik dengan senyum mengembang tengah berdiri mematung di antara kerumunan orang-orang tersebut. Yeoja itu perlahan duduk di bawah salah satu pohon sakura yang juga sedang bermekaran, menghadap kearah kerumunan dan bersandar manis seraya memegang benda yang ada di tangannya. Ia tersenyum, seolah kejadian satu tahun yang lalu baru saja ia alami kemarin. Tentu itu merupakan moment paling bahagia yang pernah ia rasakan. Sebenarnya ia tak menyangka jika apa yang ia impikan benar-benar tercapai. Mengingat ia hanya seorang yeoja biasa dan juga bukan seorang fans fanatik. Ia begitu beruntung karena kejadian dua tahun lalu yang tanpa ia sengaja malah menjurus menuju takdir. Takdir yang tak bisa di bayangkan oleh siapapun.

Sekilas, yeoja cantik nan mempesona itu menutup matanya. Menghirup udara perlahan dan mengingat-ingat kembali apa yang tertulis di inbox e-mailnya semalam. Sebuah pesan yang bila kau membacanya pasti akan terlihat semburat merah di kedua pipimu. Sama dengan apa yang dirasakan yeoja itu sekarang. Ia pun tengah tersenyum senang bila ingat akan pesan penuh perasaan yang ia terima sebelum beranjak tidur. Perasaan seseorang yang selama ini ia tunggu kejujurannya. Yang selama ini ia nanti pengakuannya. Akhirnya, dengan penuh kesabaran yeoja itu bisa mengetahui isi hatinya. Semuanya, tanpa ada yang terlewat sedikitpun. Meski hanya sebuah pesan, yang tak tahu siapa penulisnya, tapi yeoja itu yakin jika orang itulah yang mengiriminya.



Eun Soo-ah,

Bunga sakura yang paling menawan jika aku memandangnya, apa kau sudah tidur? Tidurlah, ini sudah malam. Maaf aku mengganggumu, apa aku terlalu berlebihan jika aku mengusik tidurmu sebentar untuk melihat senyum manismu? Kurasa tidak, karena kau adalah yeojaku.

Kau tahu, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu sejak dulu. Tapi entah mengapa baru sekarang aku bisa mengungkapkannya. Meski kau bukan fans-ku, tapi kau telah berhasil menjadikanku fans fanatikmu. Tak apakan jika aku sedikit bercerita tentang perasaanku? Sungguh sulit untuk menekannya, hingga dadaku menjadi sesak bila tak sedetik pun melihat senyummu, memandang indah parasmu. Bahkan senyum maut yang aku punya masih tak sebanding jika ku jajarkan dengan milikmu. Aku masih ingat jelas kejadian yang mempertemukan kita, kejadian dua tahun lalu yang entah mengapa saat itu aku sedikit terkejut dengan kedatanganmu. Saat fanmeet yang di gelar secara besar-besaran di Jepang. Kau menunggu antrian seperti yang lain, berbaris lurus menjuntai di hadapanku. Namun setelah giliranmu tiba, saat kau benar-benar berada di hadapanku. Kau hanya diam, menelisik setiap inci di wajahku. Kedua bola mata yang indah yang kau miliki seolah-olah tak bisa berhenti memandangiku. Kau tahu, saat itu apa yang sedang aku pikirkan? Kau kagum dengan pesonaku, pesona yang terpancar indah dari wajahku. Atau malah kau begitu mengagumiku sehingga gadis cantik seperti mu hanya diam mematung saat berada di depanku? Ya, ya... aku memang tampan jika di bandingkan dengan yang lain. Aku juga punya senyum paling menggoda di antara mereka, baik hati dan juga romantis. Jadi kau memang sudah terjebak oleh pesona seorang Lee Donghae ne? Namun kenyataannya aku salah, saat aku bertanya padamu apa kau minta tanda tangan dariku. Kau menggeleng perlahan. Saat aku bertanya apa kau ingin berfoto dengan seorang Lee Donghae Super Junior, kau hanya menujukkan senyum tipis. Semua member dan yang lainnya diam, mereka menatap bingung ke arahmu tapi kau hanya menunjukkan senyum mautmu itu. Seolah-olah kau ingin menunjukan kepada semua orang jika kau punya senyum yang tak kalah hebatnya denganku. Jujur, saat itu aku kesal. Tapi aku bisa sabar menghadapimu. Hingga akhirnya aku bertanya apa yang kau inginkan dariku, kau hanya menyerahkan sebuah kado yang isinya buku yang kau suruh aku membacanya, didalamnya pun terdapat sebuah pigura kecil dimana ada foto hasil editan photoshop yang menunjukan wajahku, wajah kibum dan seorang yeoja cantik berada di antara keduanya. Tepatnya ditengah-tengah kami. Setelah itu, kau bertanya padaku. Pertanyaan yang cukup aneh kurasa.

“Donghae-ssi, ini hanya seandainya saja. Jika kau berjalan di sebuah lorong stasiun dan kau menemukan seorang yeoja sedang duduk di salah satu bangku kosong-nya. Ketika itu kau hanya melihatnya sekilas, begitu sendu memang. Namun ternyata, ketika kau berada di lain tempat, kau menemukan gadis itu tersenyum ceria. Seolah-olah kau sadar jika yang dia lakukan itu hanya sebatas untuk menutupi kesedihannya. Di tengah gemelutnya pikiranmu, kau di jodohkan oleh eomma-mu dan ternyata gadis itulah yang akan di nikahkan denganmu. Dan akhirnya kau tahu jika dia bersedih karena ulahmu dan dia dengan sangat terpaksa meninggalkan kekasihnya untukmu. Jika yang seperti itu, apa yang akan kau lakukan? (#Lirik FF Angel in Season. Setelah FF ini, author berniat meluncurkan FF yang satu itu. Mungkin agak panjang. Sekitar lebih dari 70 halaman.)

Sungguh, aku tersentak saat ada yeoja yang bertanya seperti itu di hadapanku, di depan para hyung dan dongsaengku, di depan para fansku. Aku harus jawab apa untuk pertanyaan seperti itu? Aku belum pernah mengalaminya, belum pernah merasakannya. Dan saat itu kau bertanya seperti itu padaku? Ku hembuskan nafasku perlahan dan menutup kedua mataku. Ini hanya sebuah pertanyaan kan? Baiklah, aku akan menjawabnya dengan senang hati demi seorang fans.

“Ini pertanyaan yang cukup sulit, kau fansku tapi kau bertanya seperti itu. Tapi tak apa, jarang sekali ada orang yang mengajukan pertanyaan seperti itu padaku. Jika kau ingin tahu, mungkin aku akan menikahinya. Awalnya tentu akan sangat berat. Tapi seiring berjalannya waktu mungkin perasaan cinta itu akan tumbuh di hati masing-masing. Kekasih yang di tinggalkan yeoja itu lambat laun pasti akan mengerti. Apa kau puas dengan jawabanku agasshi?”

Seketika itu juga tawamu meledak, memperlihatkan deretan gigi putih bersih dengan senyum mengembang. Tawa yang penuh kepuasan dan tanpa beban. Rasa kesal yang menjalar di tubuhku seakan hilang seketika begitu melihat senyummu. Eun Soo-ah, apakah kau tahu kalau saat itu untuk pertama kalinya aku melihat seorang fans tertawa lepas di hadapanku? Biasanya mereka akan berteriak histeris jika bertemu denganku, tapi kau sungguh berbeda. Seolah-olah kau tertawa tanpa mempedulikan aku ini siapa. Mungkin yang aku tangkap dari pengamatanku, kau menganggapku adalah teman dekatmu sehingga kau bisa menunjukan senyum seperti itu. Apa aku benar?

Setelah sampai di hotel tempat kami menginap. Aku langsung membaca buku yang kau berikan. Aku sampai tidak bisa tidur gara-gara membaca buku yang ternyata isinya adalah sebuah fanfict. Dimana cerita yang ada di dalamnya sama persis dengan apa yang kau tanyakan siang itu padaku. Sekarang aku tahu mengapa kau tertawa, kau sudah menduga hal ini sebelumnya. Benar kan apa yang aku katakan? Aku akui, kau memang fans yang aneh yang pernah aku temui dan dalam detik itu juga entah mengapa kau selalu berputar memenuhi isi kepalaku.

Oh, satu hal yang harus kau ketahui. Kau sukses membuat karakterku yang sama persis dalam imajinasimu. Tapi Hey, aku memang romantis…. Tapi aku juga tidak se-cengeng itu hingga kau membuat-ku menangis berkali-kali dalam ceritamu. Mulai saat itu, aku berjanji jika suatu saat aku bertemu denganmu. Aku akan menuntutmu untuk membuat karakterku lebih kuat.



Eun Soo-ah,


Aku merindukanmu.


Mungkin ini terlihat gila. Tapi rasa itu benar-benar menyerangku. Setelah sadar dari khayalan yang tidak-tidak memenuhi pikiranku. Aku menatap pigura yang kau berikan. Rasa rindu akan sosok yeoja sepertimu sungguh menyayat sangat dalam. Bagaimana mungkin aku merindukan fansku? Aku bisa gila jika seperti ini terus. GILA? Yah mungkin ini semua terlihat gila. Tapi aku sudah tak peduli lagi. Kau yang membuatku seperti ini, seharusnya kau bertanggung jawab. Tapi apa yang kau lakukan? Kau pergi begitu saja setelah fanmeet waktu itu. kau curang. Kau sudah berhasil mengambil separuh hatiku tapi kau menghilang. Akh, rasanya sungguh menyiksa jika seperti ini terus. Kau sama sekali tidak meninggalkan apapun untukku. Nomor ponselmu, alamatmu, atau apapun itu. jebal… beri tahu aku sesuatu yang mengarah padamu. Bahkan kau tak memberi tahu siapa namamu sedangkan kau tahu segalanya tentangku. Meskipun itu hanya lewat jejaring sosial bernama internet.

Beberapa minggu setelah pertemuan itu, aku seakan seperti mayat hidup. Tatapan mataku kosong dan hanya bisa menatap pigura yang terpajang manis foto kita. Yah, meskipun aku tahu kalau itu cover fanfiction yang kau serahkan padaku. Tapi aku senang. Kau berhasil membuat seorang Lee Donghae jatuh ke dalam pesona seorang yeoja seperti mu. Kau benar-benar hebat.

Suatu ketika, saat Eun Hyuk secara tidak sengaja sedang membuka laptopnya dan mencari-cari berita terbaru tentang kami. Aku meminjam sebentar dan tanpa sengaja mengetik judul fanfiction yang kau berikan pada kolom pencarian di google. Dan kau tahu hasilnya, aku menemukan sebuah blog yang isinya tentangku, ceritaku, halamannya di penuhi oleh senyum mengembang milikku. Ku teliti siapa pemiliknya dan binggo... aku menemukan nick name yang tertera pada layar. “Kyoko Sakura” lengkap beserta alamatnya yang ada di Tokyo, Jepang.

Sebenarnya pelet apa yang kau berikan padaku, heh? Kenapa aku jadi seperti ini hanya dengan sekali melihatmu? Molla, aku sudah tak peduli lagi dengan semuanya hingga akhirnya aku nekat ke Jepang untuk menemuimu. Aku bahkan hanya bermodal alamat yang tertera pada sebuah blog yang memuat fanfict mu. Aku yakin jika itu adalah blog milikmu. Ternyata aku benar kan? Hari kedua pencarianku ternyata aku berhasil menemukanmu. Karena kau tak ada di rumah, jadi aku memutuskan untuk ke kampus tempat kau menuntut ilmu. Kau masih mahasiswa eoh? Pantas duniamu di penuhi dengan banyak imajinasimu.

Ku langkahkan kakiku menuju bangku taman yang terdapat seorang yeoja sedang duduk di atasnya. Tangan kanan terjulur ke atas melihat matahari di antara sela-sela jarinya. Topi lebar bulat itu pun tak mau kalah untuk mempercantik penampilan sang yeoja yang kini sudah di hadapanku. Entah kekuatan dari mana sehingga aku berani menyentuh pundakmu. Kau terkejut begitu melihatku, akh reaksi yang menarik ku rasa. Tapi setelah itu kau tersadar dan menampilkan senyum khasmu. Kau membuatku gila dengan itu “Kyoko Sakura” atau bisa ku panggil kau dengan Lim Eun Soo? Aku tahu kau orang Korea. Dari logatmu berbicara padaku saat fanmeet, aku sudah tahu. Dan aku pastikan untuk bertanya pada eomma mu sebelum pergi kekampus bahwa dugaanku itu benar.

Setelah itu, kau mengajakku untuk menginap di rumahmu. Hari sudah terlampau malam memang. Dan sedari siang tak banyak yang kita bicarakan. Aku terlalu senang bisa bertemu lagi denganmu. Kebetulan saat itu adalah musim semi, dimana semua bunga pasti akan mulai bermekaran. Udara waktu itu cukup dingin, tapi kau hanya hanya memakai dress selutut tanpa lengan. Apa kau sudah gila? Apa kau ingin membuatku khawatir dengan keadaanmu yang tiba-tiba sakit eoh? Karena cemas, ku lepas jaket hitam yang menghias tubuhku dan ku pasangkan di tubuhmu. Syal hangat pun ku kalungkan di leher jenjangmu agar kau tak merasa kedinginan. Aku tahu kilatan matamu tak bisa kau sembunyikan jika kau terkejut akan perlakuanku. Kau takut apa yang ku lakukan waktu itu adalah mimpi belaka. Aneh kan? Seorang Lee Donghae yang notabene super star hallyu bisa berbuat seperti itu pada fans-nya. Tapi, itulah kenyataanya.

Disini, di Korea tepatnya. Kau datang menemuiku. Setelah setahun kita berkomunikasi sebagai fans kepada idolanya. Kau jauh-jauh dari Jepang datang ke Korea. Waktu itu aku ingin protes, kenapa tidak aku saja yang menemuimu? Lagi pula kau juga tidak memberi kabar jika kau ingin kemari. Tapi di satu sisi, aku bahagia. Apa kau begitu merindukanku hingga kau memutuskan untuk menyusulku? Dugaanku ternyata tepat, kau datang dengan kado di tanganmu untuk merayakan ulang tahunku. Kado berisikan jam tangan rolex yang entah bagaimana desain di belakangnya tertulis nama ku. Semua member merayakan ulang tahunku di Dorm dengan kue dan minum-minuman soju. Mereka memaksaku mabuk malam itu, namun aku menolak. Aku hanya minum sedikit untuk menghargai mereka. Kau yang duduk di sampingku hanya mengaduk-aduk blue fantasy-mu. Sesekali kau pun melemparkan senyuman kecil ke arah kami. Setelah semua member ambruk karena mabuk, terlintas sebuah ide dalam benakku. Sudah cukup setahun ini aku menjadikanmu seorang fans-ku, sudah cukup aku menahan perasaanku untuk memilikimu. Saat itu aku hanya punya kesempatan sekali. Aku menuangkan soju dalam dua gelas kecil di hadapanku. Satu gelas ku serahkan di depanmu dan satu gelas lagi berada di tanganku. Kau ingat? Waktu itu aku mengucapkan sesuatu padamu?

“Minumlah, dan kau akan menjadi milikku.”

Saat itu aku cemas dengan apa yang akan kau lakukan selanjutnya. Kedua mata indahmu mengerling singkat, dan sekali teguk kau meminum soju yang aku berikan.

Hatiku terbang berkali-kali lipat melihatmu melakukan itu, ada rasa yang seolah-olah akan meledak seketika jika aku masih di sana. Sedetik kemudian, ku daratkan sebuah kecupan manis di bibirmu. Membuat syaraf dalam otak ku kian membeku. Aku senang, aku bahagia dengan yeoja di depanku. Lidah yang sedari tadi masih berkelut, ku miringkan wajahku sedikit. Yang paling aku suka dalam malam itu, kau membalas semuanya. Perasaanku, cintaku, serta ciuman-ciuman hangat yang menelusup di antara bibir kita. Aku mencintaimu aku mencintai “Kyoko Sakura-ku” akh, mungkin aku lebih senang jika memanggilmu Lim Eun Soo yeojaku.


Eun Soo-ah,


Di bulan ketiga saat kita menjalin hubungan jarak jauh. Entah mengapa aku di landa rasa takut. Saat itu aku menerima tawaran syuting sebuah drama terbaru yang akan melonjakkan popularitasku. Kau sangat tahu jika ini hanya tuntutan peran dan acting. Aku takut menyakitimu. Tapi kau hanya diam, diam membisu tanpa menghubungiku. Email dan pesan yang aku tujukan padamu juga tidak kau balas. Apa kau marah? Jika marah, kumohon bicaralah sesuatu. Kau ingin memarahiku, membentakku, atau apapun itu aku akan menerimanya asal aku bisa mendengar suaramu.

Di bulan ketujuh hubungan kita, untuk pertama kalinya aku jatuh sakit. Saat itu super junior-M tengah mengadakan konser di Jepang. Aku senang karena akan bertemu dengan kekasihku. Tak ku sangka, udara Jepang membuatku limbung dan akhirnya aku di bawa kerumah sakit. Dengan perasaan cemas, kau merawatku. Menjagaku di samping aku berbaring. Kau menangis, hei...... kekasihku tak boleh menangis. Uljima Eun Soo-a!!! Aku akan semakin tersiksa jika kau seperti itu. Arraseo?

Di bulan terakhir selama setahun kita menjalin hubungan, kau datang lagi ke Korea. Melihatku, memandangku dari kejauhan. Aku tahu kau datang. Seperti biasa kau akan menarik perhatianku di antara banyaknya penonton yang menggelar konser super junior di mana ada aku di dalamnya. Namun, setelah konser berakhir. Kau pergi tanpa memberitahuku. Kau menjauh dari pandanganku. Hingga saat ku telusuri jalanan Seoul, ku temukan sosok yeoja tengah duduk di pinggiran jalan. Yeoja itu tersenyum saat mengetahui aku sudah berada di hadapannya. Ketika aku bertanya mengapa kau pergi? Kau hanya menjawab dengan ringan karena kau terlalu begitu jauh. Kau sadar jika aku tidak dapat kau jangkau. Tapi kau salah Eun Soo-ah, kau telah memenuhi ruangan di hatiku. Kau telah memenuhi isi di pikiranku. Jadi jangan sekali-kali kau berpikiran seperti itu. Meskipun saat itu kau mengatakan bahwa kau bukan fans-ku tetapi fans dari Kim Kibum. Fanfict yang kau berikan waktu itu hanya karena kau ingin melihat ekspresiku. Aku tak mengapa Eun Soo-ah, kau menjadikan Kibum sebagai idolamu tapi kau tidak memiliki perasaan cinta itu padanya. Kau hanya memberikan cintamu itu padaku. Pada seorang Lee Donghae. Si Fishy nan Childish yang hanya jatuh kedalam pesonamu.

Aku benar-benar gila sudah menulis sebanyak ini pada kekasihku, aku memendam ini selama dua tahun pertemuan kita. Dan besok, besok adalah hari dimana tepat dua tahun aku mengenalmu setelah fanmeet itu. Besok adalah hari kita. Hari dimana Eun Soo bertemu dengan Donghae.

Lalu malam ini, ini adalah hal terakhir yang akan ku sampaikan padamu changi-a......
Besok akan ada festival karena bunga sakura tengah bermekaran di Jepang. Kau pasti tahu, aku ingin kau datang kesana dan menungguku di bawah sebuah pohon yang di atasnya di hiasi bunga dari nama Jepangmu. Tunggu aku di sana, aku akan datang dan memberimu sesuatu.

Eun Soo-ah, aku mencintaimu.... aku benar-benar mencintaimu. Apa kau juga mencintaiku? Jika ya, datanglah padaku.

=Dong Hae-Eun Soo=


Yeoja yang sedari tadi mengatupkan kedua matanya, kini membuka perlahan. Ada perasaan menghangat jika di ingatnya kembali tulisan dari kekasihnya itu. Tangan kirinya menjulur dan diliriknya jam yang tersemat manis di pergelangannya. Sudah jam 10 siang, itu berarti ia sudah berada di sana sejak satu jam yang lalu.

Dari kejauhan, nampak seorang pria dengan setelan kemeja berwarna kecoklatan menghampiri yeoja tersebut.  Rambut yang acak-acakan tidak mengurangi kadar ke tampanannya. Malah, terkesan sangat tampan.

“Sudah lama? Maaf, aku terlambat.” Ucap sang pria kepada gadis di sampingnya.

“Eum, kau menyebalkan Donghae-ah!” Jawabnya acuh sembari membalikkan badan memunggungi Donghae. Ngambek. -_-

“Aigoo, yeoja-ku cantik jika seperti itu. Tapi lebih cantik lagi jika tersenyum. Akh, padahal tadi aku berniat membelikan es krim kesukaannya jika dia tersenyum di hadapanku.” Eun Soo berbalik begitu mendengar ucapan Donghae. Seketika tangannya menarik pergelangan tangan Donghae perlahan. Menggoyang-goyangkannya layaknya anak kecil. Kadang Donghae berpikir, sebenarnya yang childish dia atau kekasih di hadapannya? Molla, yang terpenting perasaanmu menghangat jika bersama orang yang kau cintai.

“Aaaaaaaaaaaaaa..... Changi-ya.... belikan aku es krim ne?” Di cubit-cubitnya kecil lengan Donghae.

“Cih, kalau ada maunya baru manggil changi-a. Sana ah!”

Bibir Eun Soo manyun seketika. Dasar Pelit!

Namun beberapa detik kemudian senyumnya merekah kala Donghae bangkit berdiri dan berjalan menjauh, samar-samar di ikutinya donghae dari belakang sembari tersenyum riang.

******


“Oppa, apa hari ini tidak ada jadwal?” Tanya Eun Soo ketika di sendokannya es krim ke mulutnya. Kini mereka kembali berjalan di antara pohon-pohon sakura yang bermekaran.

“Eum-eum.... karena hari ini adalah hari yang spesial. Jadi aku minta izin libur.” Eun Soo mengangguk-angguk paham. “Kau tidak ingin mencoba memakai kimono Eun Soo-ah?” Tanya Donghae ketika di lihatnya beberapa wanita tengah memakai kimono di antara piknik keluarga mereka.

“Apa kau ingin aku melakukan itu?” Desah Eun Soo yang di jawab dengan anggukan dari Donghae. Semburat senyum penuh arti mengembang di sudut bibir-nya. Ada perasaan menghangat yang siap membuncah kala di tariknya sang yeoja ke salah satu toko pakaian yang menyewakan pakaian adat pernikahan khas jepang.

“Oppa, kenapa kita jadi seperti ini eoh?” Donghae tak menghiraukan seruan Eun Soo dan kembali diam menuju mobilnya. Di arahkannya mobil itu menuju kediaman Eun Soo. Mata Eun Soo membulat seketika saat di lihat rumah yang membesarkannya penuh dengan orang-orang berpakaian serba rapi. Ia tak mengerti sebenarnya dengan apa yang terjadi, ingin bertanya namun Donghae menggenggam tangannya erat. Sungguh, ini terlalu erat baginya. Seakan-akan ia seperti di jaga ketat agar tidak kabur dari kerumunan itu. Seorang pendeta duduk di hadapan mereka. Memegang kitab dan menyerukan sesuatu yang membuat Eun Soo terlonjak keget setengah mati mendengarnya.

“Bagaimana? Apa pernikahan siap dilaksanakan?” Ucap pendeta itu yang di jawab dengan anggukan dari semua orang. Orang tua Eun Soo pun hanya menangis haru di sertai eomma yang membesarkan Donghae. Para member super junior pun hadir di sana dengan pakaian khas Jepang. Donghae tersenyum puas sedangkan Eun Soo melongo menghadapi kejadian yang menderunya saat ini.

“Tunggu, apa maksudnya ini?” Teriak Eun Soo seketika membuat Donghae kembali meliriknya dan membisikkan sesuatu di telinga Eun Soo.

“Apa kau tidak membaca e-mail yang ku kirim padamu semalam eoh? Hari ini aku akan memberikan sesuatu untukmu.”
“Tap... tapi....”

“Apa pernikahan sudah bisa di mulai?”

Donghae mengangguk mantap. Sedangkan Eun Soo hanya menghela nafas pasrah.

******

Malam hari saat semua tamu sudah pulang kerumah masing-masing, kecuali para member yang memang memutuskan untuk menginap di rumah Eun Soo. Terlihat sepasang suami istri kini tengah duduk di teras belakang rumah mereka. Seakan lelah yang menderu sehabis melakukan upacara pernikahan yang begitu mendadak tak mereka hiraukan. Tangan yang saling bertaut, kepala yeoja yang bersandar di pundak sang namja, serta cahaya bulan yang makin memperindah malam romantis mereka. Angin malam yang dingin pun seolah tidak bisa merusak moment paling indah di antara keduanya.

“Kau suka dengan kejutanku?” Donghae memecah keheningan setelah beberapa waktu hanya diam yang menemani mereka.

“Eem... kau begitu romantis oppa.”

“Aku hanya memutuskan untuk menjadi karakter dalam imajinasimu.” Dahi Eun Soo berkerut.

“Maksud oppa?”

Di helanya nafas panjang. “Bukankah karakter seperti ini sangat cocok untuk di jadikan tokoh dalam fanfiction?”

Eun Soo tertawa lepas mendengar jawaban dari namja yang kini sudah resmi menjadi suaminya. Ia tahu sebab suami-nya berbicara seperti itu. Pasti karena buku fanfiction yang di berikannya tepat dua tahun lalu itu. Ia tak menyangka jika buku itu akan mengantarkannya pada takdir yang penuh bahagia seperti ini.

“Oppa, boleh aku mengatakan sesuatu?” Donghae mengangguk mantap. “Sebelumnya sudah aku katakan bahwa aku bukan fans-mu.”

“Aku tahu.”

“Selain itu, ada yang perlu kau ketahui. Aku adalah fans dari Kibum oppa.”

“Aku juga tahu.”

“Lalu, apa kau tahu oppa? Buku yang berisi fanfiction yang ku serahkan waktu itu sebenarnya itu bukan milikku. Itu punya seorang elf yang khususnya dia adalah penggemar mu. Namun di saat itu, saat kau menggelar fanmeet besar-besaran di Jepang. Dia kecelakaan dalam perjalanan menuju ke tempatmu. Di saat itulah, aku mengetahui kecelakaan itu dan menolongnya. Namun terlambat ketika ia di larikan kerumah sakit. Di saat-saatnya yang terakhir, ia menitipkan kado itu padaku. Aku membukanya terlebih dulu dan membacanya sekilas. Ternyata itu adalah cerita tentangmu. Ku rasa dia menitipkan itu padaku untuk di serahkan padamu oppa. Maka dari itu, di hari yang sama. Aku mengantri di barisan yang akan menghubungkanmu denganku.” Terang Eun Soo panjang lebar. Donghae yang berada di samping sontak membulatkan kedua matanya. Ia tertegun dengan apa yang baru saja di katakan istrinya. Ia tak menyesal. Meskipun ia tahu itu bukan tulisan istrinya, tapi ia tahu jika takdir itu akan tetap menuntunnya ke saat-saat seperti sekarang.

“Apa kau akan tetap mencintaiku oppa jika tahu itu bukanlah tulisanku?”

Dikecupnya dahi Eun Soo sekilas. “Tentu, kita harus berterima kasih pada fans itu karena telah mempertemukan kita. Besok kita harus mengucapkan terima kasih padanya.”

Eun Soo mengangguk.

“Tapi aku agak sedikit tidak mengerti, mengapa oppa bisa yakin dengan alamatku di sebuah blog?”

“Entahlah, aku melihat fanfiction itu di blogmu. Jadi aku yakin jika itu milikmu.”

“Hah? Aneh sekali, padahal aku tidak pernah memposting cerita itu di blog-ku.”

Donghae memeluk Eun Soo erat. “Sudahlah, jangan kau pikirkan hal itu lagi.”

Eun Soo mengangguk dalam pelukan Donghae. Perlahan, Donghae mengeratkan pelukannya. Ada perasaan menghangat saat di peluknya sang istri tercinta. Setelah beberapa lama, pelukan itu terlepas. Tangan Donghae beralih memegang perut Eun Soo dan di bukanya baju itu agar terangkat sedikit. Sedikit kecupan manis mendarat di perut Eun Soo yang putih.

“Eun Soo-ah.....”

“Eum....”

“Aku ingin punya anak.”

“Ha?”

Tanpa aba-aba lagi di gendongnya Eun Soo dalam dekapannya. Malam ini, tentu akan menjadi malam yang paling indah yang akan mereka rasakan. Tentu saja semua itu hanya berawal dari hal yang tidak terduga. Hal sekecil apapun bisa saja membawamu menuju takdir. Seperti mereka, mereka yang awalnya tidak saling mengenal. Yang awalnya hanya seorang fans dengan idolanya, kini berakhir menjadi cinta yang seutuhnya.

Dari kejauhan, di langit-langit kelam yang penuh bintang dan di penuhi cahaya rembulan. Tersenyumlah seorang gadis dengan sangat manis-nya. Ia bahagia dalam damainya sebuah surga. Kini, ia bisa pergi dengan tenang kala idolanya sudah bisa menemukan kebahagiaan.



Epilog


Aish, jangan mendorongku hyung.” Ucap seseorang yang kini sedang berjongkok di depan sebuah ruangan.

“Dasar magnae setan, aku juga ingin lihat.” Jawab seseorang di belakangnya dengan rambut pirang yang menghiasi ketampanannya.

“Kau sudah melihatnya berkali-kali di video yadong-mu itu kan? Sekarang giliranku yang melihatnya.”

Bodoh, kali ini berbeda. Ini secara live, jadi jarang-jarang aku bisa melihatnya.”

PLETAK.... PLETAK....

Tanpa mereka duga, Kyuhyun dan Eunhyuk yang sedari tadi bertengkar sendiri mendapat sebuah jitakan keras di kepalanya. Membuat keduanya kini meringis kesakitan. Kontan saja mereka menoleh ke arah belakang dan ingin tah siapa yang berani menjitak kepalanya.

Sontak mata mereka kini membulat besar ketika tahu siapa yang tadi menjitak, Eunhyuk berniat ingin kabur sebelum akhirnya kerah bagian belakang di cekal kuat oleh sang pemilik rumah. Sedangkan Kyuhyun sudah berlutut seraya menangkupkan kedua tangan di depan wajahnya.

“A. . . .a. . . . ampun hyung, ampun..... ini semua salah si monyet yadong itu. Ia yang mengajakku untuk mengintip kegiatan kalian. Jadi hukum saja dia, jangan menghukumku.”

“Yak magnae setan. Ini semua kan idemu.” Eunhyuk menjitak kepala Kyuhyun sekilas. sedangkan yang di jitak hanya nyengir tanpa dosa.

Donghae menghela nafas perlahan. Untung saja malam ini ia tidak tidur di kamar yang seharusnya ia tempati bersama Eun Soo. Ia sudah menduga hal-hal seperti ini akan terjadi sebelumnya, maka dari itu ia ber-inisiatif untuk tidur di kamar sebelah.


=THE END=